Susahnya Beli Rumah

[Tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Kompas pada tanggal 12 Februari 2010.]

Ketika musim gugur berubah menjadi musim dingin dan matahari nyaris tak kuat mengangkat diri ke atas cakrawala, tak aneh bila penghuni negeri dingin dan gelap ini kadang-kadang bermimpi tentang tanah tropis Indonesia yang memesona jauh di sana. Untuk menghibur diri sendiri, saya akhir-akhir ini cukup sering menjelajahi internet guna mencari iklan properti. Lebih ringan rasanya bermimpi mengenai tempat tinggal baru di Indonesia daripada menghadapi tanah tertutupi salju di Swedia. Nah, iklan properti ini juga menarik dari segi bahasa dan menghadirkan sejumlah kendala bagi para calon pembeli.

Lanjut membaca

Nyani, Nanya, Nyonya

[Tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Kompas pada tanggal 2 Desember 2005.]

Dalam kolom bahasa ini penulis pernah menyesalkan dan mempertanyakan suatu kebiasaan bahasa yang semakin memusingkan di Indonesia. Kebiasaan itu ialah penggunaan kata serapan (terutama dari bahasa Inggris) yang belum disesuaikan bentuk tata bahasanya. Hasil dari kebiasaan itu, antara lain, ialah bahwa kata dalam bentuk masa lampau dipakai dalam kalimat yang menggambarkan masa depan, atau bahwa kata dalam bentuk masa ini dipakai untuk melukiskan kejadian minggu lalu.

Lanjut membaca

Pinter Pintar Menulis

[Tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Kompas pada tanggal 11 November 2005.]

Sesuai dengan tradisi, tepat pukul 13 pada hari Kamis kedua dalam bulan Oktober, Akademi Swedia tahun 2005 ini juga mengumumkan peraih penghargaan Nobel sastra. Tahun ini pilihannya jatuh pada Harold Pinter, seorang penulis drama dari Inggris. Hal ini membuat saya refleksi sedikit atas nama orang. Dalam lingkungan Indonesia, nama Harold Pinter terasa cukup pas sebab sang pemenang penghargaan Nobel ini pasti pinter ‘pintar’. Namun, mungkin bukan saya saja yang selalu akan mengingatnya sebagai Harry Potter.

Lanjut membaca

Rasa Bahasa

[Tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Kompas pada tanggal 12 Agustus 2005.]

Secara membosankan dan garis besar, bahasa terdiri dari kalimat yang terdiri dari kata yang terdiri dari fonem. Selanjutnya, kata bermacam-macam jenisnya dan hanya dapat dipakai dalam situasi bahasa yang memungkinkan secara tata bahasa. Bentuk suatu kata juga ditentukan oleh pelbagai kaidah bahasa yang perlu dihafal para pemakainya, dan segala ketentuan bahasa perlu dihiraukan setiap penutur bahasa supaya pembicaraannya masuk akal.

Lanjut membaca

Gapapa Klo Blom Tau

[Tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Kompas pada tanggal 18 Juni 2005.]

BELUM lama ini saya sempat nongkrong di pelbagai forum Indonesia di jaringan elektronik sedunia, alias Internet. Di sana saya dikejutkan oleh bahasa yang dipakai karena sangat berbeda dengan bahasa Indonesia tertulis yang ditemukan dalam media lain. Kesan saya, bahasa Indonesia tertulis hampir selalu sangat resmi dan mendekati, atau setidaknya mencoba mendekati, bahasa Indonesia baku yang telah disepakati ahli-ahli bahasa. Namun, di forum-forum di Internet, kesan saya ini langsung runtuh karena di sana bentuk-bentuk bahasa yang dapat dianggap baku jarang sekali terlihat. Sebaliknya, di sana tertemukan bentuk bahasa yang, bagi saya setidaknya, kreatif dan baru. Di bawah ini akan saya uraikan beberapa ciri khasnya.

Lanjut membaca

Jadi Orang Bulé

[Tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Kompas pada tanggal 28 Mei 2005.]

ORANG asing, bulé, wong londo. Ketiga istilah ini dipakai di Indonesia untuk menyebut seseorang yang berasal dari Eropa atau Amerika Utara. Dari istilah-istilah ini, mungkin hanya yang pertama yang dapat dianggap sopan, sedangkan yang lainnya sedikit banyak bersifat menyindir atau malah menghina walau para pemakai istilah ini tidak selalu menyadari hal tersebut. Lebih lagi, semuanya mengandung unsur yang membuatnya sulit dipakai dalam bahasa sehari-hari.

Lanjut membaca

Matahari dan Matasapi

[Tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Kompas pada tanggal 9 April 2005.]

BELUM lama ini sebuah koran Swedia ternama mengadakan lomba untuk menentukan kata apa dalam bahasa Swedia yang patut diberi julukan kata terindah. Lebih dari 700 usul diterima koran tersebut dan juri yang terdiri dari sejumlah profesor dan ahli bahasa akhirnya bersepakat bahwa hamna merupakan kata terindah dalam bahasa Swedia. Kata kerja ini tidak mudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, tapi kira-kira berarti ‘sampai di sebuah tempat secara tidak terencana’. Yang mengirim kata ini melampirkan motivasi bahwa kita sebagai manusia selalu sampai di tempat-tempat yang tidak sesuai dengan rencana awal kita. Mungkin saja betul.

Lanjut membaca