Penemu Kata

[Tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Kompas pada tanggal 20 Mei 2011.]

Dengan berpulangnya Rosihan Anwar pada 14 April lalu, kontribusinya terhadap dunia jurnalistik dan bahasa Indonesia dikedepankan di beberapa media massa. Sebuah media digital mewartakan bahwa Rosihan adalah ”penemu dan pengusung kosakata baru”. Gengsi dan anda adalah dua kata yang konon ”ditemukannya”.

Sering juga muncul kisah mengenai Zorica Dubrovská, ilmuwan asal Ceko, yang ”menemukan” kata swasembada. Kata itu sekarang sudah masuk Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan penjelasan ”usaha mencukupi kebutuhan sendiri” dan Zorica sudah dianugerahkan Bintang Jasa Pratama dari Presiden Republik Indonesia.

Yang menarik perhatian saya di sini, selain kehebatan dua orang itu, adalah anggapan bahwa kata dapat ”ditemukan” (begitu saja). Anggapan ini saya kira sangat simpatik dan juga berpotensi agak produktif bagi (calon) bahasawan di Indonesia dan bagi bahasa Indonesia sendiri tentunya.

Anggapan itu seolah-olah mau memberi gambaran bahwa bahasa dan segala kata serta kaidah gramatika yang merupakan intisarinya selalu terdapat di suatu tempat dan sewaktu-waktu dapat ditemukan dan dikedepankan ke ruang publik. Terkadang, kata-kata barangkali terlupakan dan/atau tersembunyi. Akan tetapi, bahasawan yang rajin pasti bisa menemukannya kembali jika berusaha. Itulah dilakukan orang seperti Rosihan Anwar dan Zorica Dubrovská.

Nah, jika kita bersepakat bahwa kata-kata baru dan semi-baru dapat ”ditemukan”, kira-kira apa keuntungannya? Apakah anggapan yang membawakan ciri-ciri ilmu pasti kepada kosakata dan kaidah bahasa juga akan membawa dampak positif bagi bahasa Indonesia dan para penuturnya? Jawabannya singkat: iyalah.

Yang pertama, tentu saja bahasa Indonesia akan diperkaya. Kosakata yang benar-benar baru atau yang sudah lama telah terlupakan akan muncul lagi setelah diperkenalkan para penemu masing-masing. Yang kedua, bahasa Indonesia tak perlu gampang menyerah menghadapi bahasa lain di pertarungan yang selalu ada di panggung global. Yang ketiga, status bahasawan di Indonesia dapat diangkat supaya diakui sebagai pekerjaan terhormat dan jasa-jasanya akan lebih banyak digunakan pihak yang amat membutuhkannya (tapi mungkin belum menyadarinya).

Bagaimana supaya para penemu kata ini tak hanya muncul sesekali dan kala itu dianggap sangat luar biasa? Bagaimana supaya penemu kata ini lebih sering muncul dan dianggap bagian lumrah di dunia ini?

Sebetulnya bahasawan ini sudah ada dan terus-menerus bekerja keras, tapi masyarakat umum mungkin jarang melihatnya karena juga kurang sudi memanfaatkan hasil intelektualnya. Lihat saja istilah-istilah komputer yang sudah diterjemahkan secara cukup komprehensif. Mengunduh (download), mengunggah (upload), dan nirkabel (wireless) sudah jadi bagian integral dari bahasa Indonesia. Begitu pula di banyak bidang yang lain. Hanya saja: kita semua perlu menyadarkan diri akan semua usaha kebahasaan ini, menghargai yang melakukannya, dan mulai menerapkan hasilnya dalam bahasa sehari-hari kita.

 

Satu pemikiran pada “Penemu Kata

  1. Sebagai bahasa yang umurnya belum genap 100 tahun, Bahasa Indonesia akan sangat diperkaya jika kosakata baru ditemukan dan diterima masyarakat untuk melengkapi kekurangan bahasa ini. Banyak sekali hal/benda yang belum mempunyai kosakata yang tepat dalam Bahasa Indonesia.

    Tabik!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *