Primadona dan Diva

[Tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Kompas pada tanggal 3o September, 2011.]

Saya terkadang kaget menjumpai kata primadona di media Indonesia. Belum lama ini, misalnya, diwartakan bahwa alun-alun di Batu, Jawa Timur, diharapkan jadi primadona wisata di kota itu. Di Gunung Kidul, katanya, kakao sekarang sedang naik daun dan sudah jadi primadona petani. Di daerah lain KAI diimbau bergerak supaya kereta api jadi primadona transportasi di masa depan. Adapun ular berkepala dua di Ukraina disebut sebagai primadona di negeri itu.

Nah, dari contoh itu dapat saya tarik kesimpulan bahwa primadona itu sesuatu yang diunggul-unggulkan dan dianggap istimewa. Rupanya Kamus Besar Bahasa Indonesia membenarkan pendapat ini dan menjelaskannya sebagai yang paling utama, penting, dan sebagainya tentang barang dagangan. Barangkali bisa didiskusikan apakah alun-alun dan ular aneh bisa terkategori sebagai barang dagangan, tapi maksudnya tetap tertangkap.

Kalau begitu, mengapa saya kaget menemukan kata ini? Mari kita menelusuri asal-usul primadona ini sejenak. Kata ini dikenal di Italia sejak akhir abad ke-18 dan terdiri dari dua kata, prima dan domina. Prima adalah bentuk maskulin dari primus dan berarti pertama atau utama, sedangkan kata kedua berarti perempuan. Secara harfiah primadona adalah perempuan utama—atau first lady, Ibu Negara—dan pada mulanya digunakan untuk menyebut penyanyi atau aktris utama pada opera, teater, dan sebagainya.

Lama-kelamaan meletaklah sifat-sifat kurang terpuji kepada kata ini, seperti bergengsi, sok, suka naik darah, dan menganggap dirinya lebih berharga daripada yang lain. Semua ini masih berhubungan dengan penyanyi atau aktris utama. Di bahasa-bahasa Eropa, arti ini yang masih dipegang.

Apakah KBBI tidak rekam arti ini? Tentu saja. Arti yang saya kemukakan di atas adalah arti keempat dalam KBBI dan sebelumnya sudah ada arti-arti yang lebih setia pada makna harfiahnya: ”penyanyi wanita yang pertama atau utama dalam pertunjukan opera” dan ”pelaku wanita terpenting dalam pertunjukan sandiwara; sripanggung”. Hanya saja, pada hemat saya, arti terlumrah di Indonesia adalah yang dikemukakan di awal tulisan ini, tapi dengan dikurangi tambahan ”barang dagangan”.

Kalau begitu halnya, kata apa yang dipakai untuk penyanyi atau aktris yang (sok) hebat di Indonesia? Kebetulan untuk menggambarkan orang seperti itu dipakai sebuah kata yang baru saja masuk KBBI: diva. Artinya, ”penyanyi utama wanita dalam opera atau konser” atau ”perempuan yang sangat berprestasi dalam bidang seni suara” (perhatikan penggunaan wanita/perempuan).

Dari segi asal-usulnya, diva tidaklah jauh dari primadona. Dua-duanya berasal dari dunia pertunjukan di Italia, tapi diva baru muncul pada awal abad ke-19. Asal diva dari bahasa Latin dan artinya tak lain selain dewa, seperti dapat diduga. Sepertinya memang seperti dewa, sejumlah artis Indonesia ingin tampil dan ditanggapi, jadi mungkin tepat juga kata ini menggambarkan mereka.

Terus, kagetnya tadi? Ya, saya agak kaget karena malah makna primadona yang keempatlah (di KBBI), tapi yang rupanya tak ada dalam bahasa-bahasa lain, yang jadi makna utama dalam bahasa Indonesia. Primadonanya makna, dengan kata lain. Jadi, yang mengagetkan itu bahwa penyanyi hebat dan Ibu Negara seolah-olah disamakan dengan kakao di Gunung Kidul dan ular berkepala dua di Ukraina. Salahkah penggunaan seperti itu? Tidak. Tidak salah. Hanya agak aneh. Ngomong-ngomong, kata sripanggung terlalu jarang terdengar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *