Pentil

[Tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Kompas pada 9 Mei 2015]

Asyiknya menggunakan dan mempelajari bahasa memuncak ketika kita menyadari bahwa bahasa itu sesekali membingungkan dan tidak selalu menari menurut kaidah-kaidah yang kita duga berlaku. Salah satu kata yang bisa membuat kita mengangkat alis terheran-heran adalah pentil. Kata itu sendiri tidak garib, dan memiliki arti berikut menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat: alat terbuat dari karet tempat memasukkan udara (gas) ke dalam ban (bola dsb) dan menahan udara (gas) yang sudah masuk.

Satu-satunya contoh yang disampaikan KBBI adalah ”pentil ban sepeda”. Memang setiap orang yang pernah mengalami ban bocor atau kebanan ketika sedang terburu-buru tahu alat karet kecil ini. Tidaklah susah menduga bahwa kata ini masuk ke dalam bahasa Indonesia melalui bahasa Belandanya ventiel. Kata ventil (dengan hanya satu e) juga dikenal dalam sejumlah bahasa Eropa lainnya, seperti bahasa Jerman, Swedia, dan Denmark. Akarnya sampai pada bahasa Latin dan kata ventus, dan kata ini sendiri memiliki arti ’angin’.

Seperti diketahui, orang Indonesia di sejumlah daerah terkadang mencampurkan huruf vp, dan juga f. Sebagai contoh, pabrik menjadi fabrik,
paham menjadi fahamvanili menjadi fanili. Yang penting, vokal tidak menjadi pokal dan pas tidak menjadi vas. Namun, mari kembali ke kata pentil. Di atas telah kita lihat bahwa kata ini berasal dari kata ventiel atau ventus. Dengan kata lain, huruf awal v sudah berubah menjadi sebuah p dalam bahasa Indonesia. Hal seperti ini barang tentu sah-sah saja dan boleh saja terjadi. Suatu kata boleh disesuaikan dengan kemampuan bergerak lidah-lidah suatu kaum.

Nah, kalau dianggap sah-sah saja, mengapa disebut membingungkan di atas? Yang menurut saya agak gaib bukan bahwa ventiel jadi pentil, melainkan bahwa kata-kata lain yang berasal dari kata pentil/ventiel ini tidak berubah menurut pola yang sama. Lihat saja kata ventilasi. Mengapa tidak menjadi pentilasi? Tidak bisa dipungkiri bahwa kata pentil dan ventilasi bersaudara. Ventilasi adalah ’pertukaran udara’; ’perputaran udara secara bebas di dalam ruang’, atau ’(lubang) tempat udara dapat keluar masuk secara bebas’.

Ada juga sejumlah kata gabungan seperti ventilasi alam dan ventilasi tambang. Kalau kita memberanikan diri mencari kata pentilasi dalam kamus akbar itu, kita langsung diarahkan ke ventilasi, dan hal yang sama terjadi di Tesaurus Bahasa Indonesia karya Eko Endarmoko. Dan terus terang, rupanya jarang sekali atau bahkan tidak pernah sama sekali kita mendengar orang mengatakan pentilasi. ”Uh, panas sekali! Mungkin ada masalah pentilasi!”

Selain ventilasi yang berdasarkan pada tapi juga menyimpang dari kata pentil, ada juga kata ventilator yang mengikuti pola yang sama. Sebuah ventilator adalah ’peralatan mekanik untuk menghasilkan perputaran udara, dapat berupa kipas angin tiup atau isap’, dan tentu saja kita juga tidak pernah mendengarkan kata pentilator.

Bagi pembaca yang jiwanya merasa gelisah karena ventilasi dan ventilator hanyalah bersaudara tiri dengan pentil, adakah alternatif atau jalan keluar lain? Barangkali katup (udara) bisa menjadi alternatif (alternatip!), dan begitu juga dengan klep atau injap. Hanya saja, jangan-jangan ini melahirkan kata seperti katupisasi atau klepisasi sebagai pengganti ventilasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *