Siapa yang Aman?

[Tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Kompas pada tanggal 31 Agustus 2007.]

Perbedaan di antara bentuk pasif dan bentuk aktif merupakan salah satu rintangan terbesar ketika saya mulai belajar bahasa Indonesia 10 tahun lalu. Tahun per- tama saya dan mahasiswa lain hanya memakai kata dasar (Saya baca buku; Dia beli mobil) dan kami menganggap ben- tuk dan sifat bahasa Indonesia ini cukup mudah dipahami.

Ketika tahun kedua dihadapkan dengan awalan bentuk aktif (Saya membaca buku; Dia membeli mobil), kami mulai gojag-gajeg dan sering sempat menggaruk-garuk kepala. Dan ketika dosen mengumumkan kehadiran bentuk pasif juga (Buku ini saya baca; Mobil itu dibelinya), kebingungan kami mutlak, dan bahasa ini kami anggap sangat tidak masuk akal, dan mungkin malah tak bisa dipelajari orang asing. Yang pasti, kami semua membenci bentuk pasif.

Namun, yang tetap bertahan dalam kelas bahasa Indonesia ini (kami semakin sedikit orang, dan sekarang mata kuliah bahasa Indonesia malah ditiadakan di semua kampus di Swedia karena kurangnya minat mahasiswa) lama-kelamaan mulai memahami perbedaan di antara kedua bentuk kata kerja ini, dan bagaimana mereka bisa dan harus dipakai.

Setelah dilatih secara intensif di salah satu sekolah bahasa Indonesia untuk orang asing di Yogyakarta, saya mulai suka bentuk pasif. Sekarang bentuk pasif saya anggap sangat praktis dan enak dipakai, terutama jika tak mau ambil risiko memakai sebutan yang “salah”, yakni kurang hormat, terhadap lawan bicara.

Walaupun saya sekarang memahami perbedaan bentuk aktif-pasif dengan cukup baik, dan tak sering lagi membuat kesalahan memalukan (Saya dibuka pintunya), masih ada satu kata yang seringkali membingungkan saya. Kata itu adalah aman. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aman itu artinya antara lain ’bebas dari bahaya’, ’bebas dari gangguan’ dan ’terlindung’. Itu tak masalah. Hanya saja, setiap kali saya membuka koran Indonesia ada tulisan seperti “Penjahat diamankan polisi” atau “Polisi mengamankan pencuri mobil”. Ini membuat saya bingung, dan ingat waktu kuliah dulu ketika kami semua hanya menebak bentuk kata kerja yang mana yang benar. Menurut logika bahasa saya, kalau polisi sudah menahan seorang penjahat, maka bukan si penjahat yang diamankan, tetapi masyarakat secara luas. Kan, masyarakatlah yang sekarang bisa merasa aman, bukan si penjahat. Ia malah seharusnya merasa semakin resah. Tak pernah saya membaca judul seperti ini di koran: “Penjahat ditahan, masyarakat diamankan”, padahal justru masyarakat yang bisa merasa aman kalau ada penjahat yang ditahan.

Kekacauan ini berasal dari bentuk kata kerja dari kata dasar aman itu sendiri. Aman berarti ’bebas dari bahaya’ seperti terlihat di atas, tapi mengamankan berarti ’menjadikan tidak berbahaya’ menurut KBBI, bukan ’menjadikan bebas dari bahaya’ seperti logika bahasa saya menyatakan.

Saya semakin bingung ketika membaca di kamus yang sama bahwa pengaman berarti ’orang yang mengamankan (negeri, kota)’. Sejauh yang saya pahami, itu berarti pengaman bisa jadi polisi atau penjaga lain. Namun, kalau mengamankan diganti dengan definisi KBBI sendiri, maka pengaman berarti ’orang yang menjadikan tidak berbahaya (negeri, kota)’. Adakah kota berbahaya? Ya, mungkin. Tapi, ada orang yang bisa menjadikannya tidak berbahaya? Bukankah kalau begitu, orang tersebut menjadikannya bebas dari bahaya, yakni aman? Ataukah itu hal yang sama?

André Möller Pengamat Bahasa, Tinggal di Swedia

Satu pemikiran pada “Siapa yang Aman?

  1. Penjahat diamankan Polisi, karena seringkali jika tertangkap oleh masyarakat ia akan dipukuli. Mungkin begitu awal mulanya seperti yang sering saya baca di koran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *